Selasa, 03 November 2009

Pertemuan I. : I’jaz Al-Quran
A.Pengertian I’jaz Al-Qur'an
Kata i’jaz diambil dari kata kerja a’jaza-i’jaza yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak mampu. Lebih jauh Al-Qaththan mendefinisikan I’jaz, yang artinya yaitu :“Memperlihatkan kebenaran Nabi SAW. atas pengakuan kerasulannya, dengan cara membuktikan kelemahan orang Arab dan generasi sesudahnya untuk menandingi kemukjizatan Al-Qur'an.”
Pelakunya (yang melemahkan) dinamai mu’jiz. Bila kemampuannya melemahkan pihak lain amat menonjol sehingga mampu membungkam lawan, ia dinamai mujizat. Mukjizat didefinisikan sebagai suatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah SWT. Melalui para Nabi dan Rasul-Nya, sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya. Atau Manna’ Al-Qhathan mendefinisikannya sebagai berikut, yang artinya :“Suatu kejadian yang keluar dari kebiasaan, disertai dengan unsur tantangan, dan tidak akan dapat ditandingi.”

B. Unsur-unsur mukjizat, yaitu adalah :
1.Hal atau peristiwa yang luar biasa.
2.Terjadi atau dipaparkan oleh seseorang yang mengaku Nabi.
3.Mendukung tantangan terhadap mereka yang meragukan kenabian.
4.Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani

D. Pembagian Jenis Mukjizat
Secara umum mukjizat dapat digolongkan menjadi dua klasifikasi, yaitu :
A. Mukjizat Indrawi (Hissiyah)
B. Mukjizat Rasional (A’qliyah)
E. Segi-segi Al-Qur’an
Mukjizat al-Qur’an terdiri dari berbagai macam segi mukjizat, antara lain :
A. Segi Bahasa dan susunan redaksinya (I’jaz Lughawi)
B. Segi Isyarat Ilmiyah (I’jaz ‘Ilmi)
F. Perbedaan Pendapat Tentang Aspek-Aspek Kemukjizatan Al-Qur'an.
Pada ulama telah berbeda pendapat ketika menjelaskan aspek-aspek kemukjizatan Al-Qur'an. Perbedaan pendapat ini dapat dilihat pada uraian berikut :
1.Menurut Golongan Sharfah.
Hingga menjelang abad 3 H., term I’jaz masih dipahami oleh para ulama sebagai keunikan Al-Qur'an yang tidak dapat ditiru oleh siapapun. Ibnu Hazm lebih jauh berpendapat bahwa ketika berfirman, Allah memberikan daya yang melemahkan manusia untuk menandingi Al-Qur'an
2.Menurut Imam Fakhruddin.
Aspek kemukjizatan Al-Qur'an terletak kepada kefasihan, keunikan redaksi, dan kesempurnaannya dari segala bentuk cacat. Sementara itu, menurut Az-Zamlakani, aspek kemukjizatan terletak pada penyusunan yang spesifik.

4.Menurut Sebagian Ulama.
Sebagian ulama berpendapat bahwa segi kemukjizatan Al-Qur'an terkandung dalam Al-Qur'an itu sendiri, yaitu susunan yang tersendiri dan berbeda dengan bentuk puisi orang Arab maupun bentuk prosanya, baik dalam permulaan, suku kalimatnya maupun dalam pengutuasinya. Sebagian ulama lain berpendapat bahwa segi kemukjizatan itu terkandung dalam kata-katanya yang jelas, redaksinya yang bernilai sastra dan susunannya yang indah. Nilai sastra yang terkandung dalam Al-Qur'an itu sangat tinggi dan tidak ada bandingannya
6.Menurut Ash-Sahabuni.
Ash-Shabuni mengemukakan segi-segi kemukjizatan Al-Qur'an adalah karena.Susunannya yang indah dan berbeda dengan karya-karya dalam bahasa arab, dan juga adanya uslub (style) yang berbeda dengan uslub-uslub bahasa Arab

Pertemuan ke III : Amtsal Al-Qur’an.
A. Definisi Amtsal Al-Qur’an.
Dari segi bahasa, Amtsal merupakan bentuk jama’ dari matsal, mitsl, dan matsil yang berarti sama dengan syabah, syibh, dan syabih, yang sering diartikan dengan perumpamaan. Sedangkan dari segi istilah, amtsal adalah menonjolkan makna dalam bentuk perkataan yang menarik dan padat serta mempunyai pengaruh mendalam terhadap jiwa, baik berupa tasybih ataupun perkataan bebas (lepas, bukan tasybih). Sedangkan menurut istilah lain ada beberapa pendapat,yaitu: :
1. Menurut ulama ahli 'Adab, amtsal adalah upacara yang banyak menyamakan keadaan sesuatu yang diceritakan dengan sesuatu yang dituju.
2. Menurut ulama ahli Bayan, amtsal adalah ungkapan majaz yang disamakan dengan asalnya karena adanya persamaan yang dalam ilmu-ilmu balaghoh disebut tasyabih.
3. Menurut ulama ahli tafsir adalah menampakkan pengertian yang abstrak dalam ungkapan yang indah, singkat dan menarik yang mengena dalam jiwa, baik dengan bentuk tasybih maupun majaz mursal
B. Unsur-unsur Amtsal Al-Qur’an.
Sebagian Ulama mengatakan bahwa Amtsal memiliki empat unsur, yaitu:
1. Wajhu Syabah: segi perumpamaan
2. Adaatu Tasybih: alat yang dipergunakan untuk tasybih
3. Musyabbah: yang diperumpamakan
4. Musyabbah bih: sesuatu yang dijadikan perumpamaan
C. Macam-macam Amtsal dalam Al-Qur’an.
1. Al-Amtsal Al-Musharrahah, Yaitu matsal yang di dalamnya dijelaskan dengan lafadz matsal atau sesuatu yang menunjukkan tasybih. Contohnya Q. S. Al-Baqarah: 261.
2. Al-Amtsal Al-Kaminah, Yaitu matsal yang di dalamnya tidak disebutkan dengan jelas lafadz tamsil tetapi ia menunjukkan makna-makna yang indah, menarik dalam kepadatan redaksinya dan mempunyai pengaruh tersendiri bila dipindahkan kepada yang serupa dengannya.
3. Al-Amtsal Al-Mursalah, Yaitu kalimat-kalimat bebas yang tidak menggunakan lafadz tasybih secara jelas, tetapi kalimat-kalimat tersebut berlaku sebagai tasybih.
D. Faedah Amtsal Al-Qur’an.
1. Menonjolkan sesuatu yang hanya dapat dijangkau dengan akal menjadi bentuk kongkrit yang dapat dirasakan atau difahami oleh indera manusia.
2. Menyingkapkan hakikat dari mengemukakan sesuatu yang tidak nampak menjadi sesuatu yang seakan-akan nampak.
3. Mengumpulkan makna yang menarik dan indah dalam ungkapan yang padat.
4. Memotivasi orang untuk mengikuti atau mencontoh perbuatan baik seperti apa yang digambarkan dalam amtsal
5..Menghindarkan diri dari perbuatan negatif
6. Amtsal lebih berpengaruh pada jiwa, lebih efektif dalam memberikan nasihat, lebih kuat dalam memberikan peringatan dan lebih dapat memuaskan hati.
7. Memberikan kesempatan kepada setiap budaya dan juga bagi nalar para cendekiawan untuk menafsirkan dan mengaktualisasikan diri dalam wadah nilai-nilai universalnya.



Pertemuan ke II : NASAKH MANSUKH
1. Pengertian Nasakh.
Ditinjau dari segi bahasa, kata nasakh yang Artinya: menghilangkan sesuatu atau membinasakannya. Atau memindahkan sesuatu dan mengubahnya, sementara dzatnya tetap ada. Pengertian yang lebih terperinci sebagai berikut :
1. Al-Izalah , artinya: menghilangkan.
2. An-Naqlu, artinya: memindahkan.
3. At-Tabdilu, artinya: mengganti.
4. At-Tahwilu, artinya: mengubah.
Sedangkan menurut istilah, nasakh Artinya: mengangkat hukum syara’ dengan dalil syara’ yang datang kemudian. Sedangkan makna mansukh adalah hukum yang diangkat atau yang dihapus. ada lagi yang berpendapat bahwa Ilmu Nasikh wal Mansukh, yaitu bagian dari Ulumul Qur’an yang membahas ayat-ayat yang terhapus (mansukh) dan ayat-ayat yang menghapus (nasikh). Para ulama berselisih pendapat tentang adanya naskh dalam Al-Qur’an. Diantara mereka ada yang berpendapat bahwa tidak mungkin ada ayat Al-Qur’an yang mansukh, karena Al-Qur’an merupakan ayat yang muhkamat.
2. Syarat nasakh
1. Hukum yang mansukh adalah hukum syara’.
2. Dalil penghapusan hukum tersebut adalah khittab syar’I yang dating lebih kemudian dari khittab yang hukumnya dimansukh.
3. Khittab yang dihapuskan atau diangkat hukumnya tidak terikat (dibatasi) dengan waktu tertentu.
4. Nash yang menjadi Nasikkh mesti lebih kuat dari nash yang mansukh, atau setidaknya berimbang dalam kekuatannya.
5. Yang dinasakh bukan merupakan pokok-pokok agama, seperti tauhid.
3. Macam-macam nasakh dalam al-qur’an.
1. Nasakh bacaan dan hukum.
2. Nasakh hukum sedang tilawahnya tidak.
3. Nasakh tilawah sedangkan hukumnya tidak.
4. Pembagian Nasikh dan Mansukh
Pembagian Nasakh dapat diklarifikasikan kepada empat bagian :
1. Naskh Al-Qur’an dengan Al-Qur’an
2. Naskh Al-Qur’an dengan As-Sunnah. (Dalam hal ini para ulama membatasi hanya denga sunnah mutawatiroh,)
3. Naskh As-Sunnah dengan Al-Qur’an.
4. Naskh as-Sunnah dengan As-Sunnah.
4. Pendapat Ulama tentang Nasakh- Mansukh.
Berbeda dengan ayat yang mansukh dan nash yang menjadi nasikh, para Ulama berbeda pendapat. Ada yang berpendapat boleh dan juga ada yang berpendapat menolak adanya Nasakh. Mereka yang menolak diantaranya adalah : syekh Muhammad ‘Abduh, Muhammad Rastid Ridha, Syekh Muhammad Khudhari Bik, Ust. Ahmad Hasan, Prof. Dr. Hasbi Ash-Shiddiqi, dan banyak lainnya.
Diantara para Mujtahidin, seperti Imam Syafi’I dan juga demikian para mufassirin, bahkan jumhurnya, berpendapat dan berpegang kepada pendapat membolehkan adanya nasakh-mansukh dalam Al-Qur’an. Ada yang mengatakan bahwasanya nasakh hanya terjadi didalam Al-Qur’an sendiri. Maka tidak salahnya al-Qur’an dinasakah oleh al-Qur’an, karena cukup dalil baik aqly maupun naqly yang membolahkannya. Nash-nash syara’ mengangkat sebagian hukumnya dengan dalil-dalil yang kuat dan tegas pada peristiwa yang tertentu, adalah karena mnagandung rahasia dan hikmah yang hanya diketahui oleh ulama-ulama yang rasikh ilmunya.
Syekh Manna’ Qaththan dalam kitabnya Mabahits fi Ululumil Qur’an menyebutkan, bahwa dalam masalah Nasakh, manusia terbagi menjadi empat golongan, yaitu :
1. Orang Yahudi
2. Kalangan Syi’ah Rafidhah
3. Abu Muslim Al-Ashfahani.
4. Jumhur Ulama
5. Faedah Mengetahui Nasikh dan Mansukh
Memelihara kepentingan hamba
Perkembangan tasyri’ menuju tingkat kesempurnaan, sesuai dengan perkembangan kondisi umat.
Cobaan dan ujian bagi umat islam mukallaf, apakah mengikuti atau tidak.
Menghendaki kebaikan dan kemudahan bagi umat.