Jumat, 07 Mei 2010

ta'arus adillah

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Ta’arud Al-Adillah
Secara bahasa yang dimaksud dengan al-ta’arud adalah berasal dari kata
( ) yang berarti pertentangan, berlawanan, kontradiksi.
Sedangkan kata al-adillah merupakan bentuk jamak dari kata dalil yang berarti alasan atau argument. (1)
Adapun menurut istilah ta’arud al-adillah adalah :
Menurut imam Al-Syaukani, ta’arud al-adillah adalah : “suatu dalil yang menetapkan hukum tertentu terhadap suatu permasalahan, tetapi dalil lain menetapkan hukum yang bertentangan dengan dalil itu”.(2)
Definisi lain yang dimaksud dengan ta’arud adalah saling berlawanannya dua dalil hukum yang salah satu di antara dua dalil itu menafikan hukum yang ditunjuk oleh dalil lainnya.
B. Macam-macam Ta’Arud
1. Ta’arud dalam Al-quran
Firman Allah swt Q.S. al-abaqarah 234, yang berbunyi :
( )
“dan (hendaklah istri) yang ditinggal oleh suami yang meninggal dunia menanti 4 bulan 10 hari.” (QS. Al-baqarah : 234)
Umum nash ini menghendaki bahwa wanita yang ditinggal mati suaminya, beriddah selama 4 bulan 10 hari, yang menjelaskan masalah iddah istri, Allah swt, berfirman. QS, at-thalaq : 4 berbunyi :
( )
“dan segala wanita yang hamil iddahnya adalah bersalin”.
Umum nash ini bahwa tiap-tiap wanita hamil, habis iddahnya dengan bersalin, baik ia bercerai karena suaminya meninggal ataupun tidak.(3)

2. Ta’arud dalam hadits
Yaitu salah satunya mengenai persoalan riba, Rasulullah SAW bersabda :
( )
“tidak ada riba kecuali riba nasiah (riba yang muncul dari hutang piutang)”. (HR.Bukhari-Muslim).
Hadits tersebut menyatakan bahwa tadak ada bentuk riba, selain riba nasiah.
Sedang dalam hadits lain, Rasulullah SAW bersabda :
( )
“jangan kamu jual gandum dengan gandum, kecuali dalam jumlah yang sama.” (HR.BukhariMuslim-Ahmad)
Tampak terlihat adanya pertentangan mengenai hukum riba. Hadits pertama membolehkan riba selain riba nasiah (fadl), sedang hadits kedua mengharamkanya.(4)
3. Ta’arud dalam Qiyas
Mengenai perkawinan Nabi SAW kepada aisyah, waktu itu aisyah baru berusia 6 tahun dan mengumpulinya pada usia 9 tahun. (HR. Muslim) pada permasalahan madzhab hanapi memiliki pandangan atau pemahaman yang berbeda dengan madzhab syafi’I tentang I’llat perwalian. Menurut imam abu hanifah illat perwalian adalah : “sighar” (keadaan di bawah umur) Karen itu hak perwalian pada usia baligh.
Sedangkan menurut imam syafi’i illatnya adalah “bikarah” (kegadisan) jadi, hak perwalian hilang apabila anak melangsungkan pernikahan, walaupun belum smpai pada usia baligh, dan hak perwalian tetap ada walaupun usia sudah sampai baligh dan belum menikah.
C. Faktor Penyebab Ta’arud Al-Adillah
Muhammad Abu Zahrah, berpendapat bahwa terjadinya pertentangan dalil itu terlepas dari 3 kemungkinan, seperti di bawah ini :
1. karena memang secara tekstual terlihat adanya kontradiksi dalil.
2. karena adanya kesulitan mengkompromikan dua dalil yang tampak kontradiksi.
3. karena adanya kesalahan anggapan mujtahid terhadap satu dalil yang sebetulnya bukan dalil.( 5 )
Pertentangan itu kadang kala juga disebankan karena salah anggapan, bahwa dua nas menunjukan dua hukum yang bertentangan. Padahal pada hakekatnya tidak terjadi pertentangan hukum dalam dua nas itu, akan tetapi masing-masing nas mempunyai arah yang berbeda dengan demikian, pertentangan itu terletak pada akal (kemampuan pemahaman ) seorang mujtahid, tidak terletak pada nash maupun hukum yang terkandung didalamya
Sedangkan Wahbah Al-zuhaili, mengemukakan bahwa adanya kontradiksi dalam dalil itu hanya dalam pandangan mujtahid, mungkin karena pandangan yang berbeda, atau karena faktor kekuatan logikanya, dan bukan suatu kontradiksi yang aktual karena tidak mungkin Allah Swt menurunkan aturan yang kontradiksi satu sama lain.
D. Perbedaan Antara Ta’arud Dengan Tanaqud dan Ta’adul
mengenai ta’arud dan tanaqud, ada beberapa pendapat diantaranya hanifah, syafi’iyah, jafariyah, bahwa dua istilah itu adalah tidak ada perbedaan. Menurut sebagian ulama hanafiyah ta’arud dengan tanaqud tidak sama. Mengutip imam al-bazdawi, bahwa tanaqud mengharuskan batalnya dalil yang sama, tetapi ta’arud mencegah tetapnya hukum tanpa adanya suatu dalil, pendapat ini berangkat dari makna tanaqud sendiri yaitu adanya dalil dalam beberapa persoalan yang tidak sesuai dengan konteks persoalan tanpa adanya pencegah.
Sedangkan makna ta’arud saling berhadapanya dua dalil yang sama dimana satu sama lainya dapat saling menggugurkan.
Adapun mengenai perbedaan antara ta’arud dan ta’adul imam Asyaukani berpendapat, bahwa keduanya sama, sebab dalil tidak kan disebut ta’arud kecuali setelah adanya ta’adul. Ta’adul dapat dengan tidak adanya satu dalil yang tampak lebih unggul dalam dua dalil yang saling bebeda.


E. Solusi Ta’arud Al-Adillah

Dalam upaya penyelesaian perbenturan antara dua dalil hukum, para ulama ushul fiqh bertolak pada satu prinsip yang dirumuskan dalam kaidah:
( ) artinya “mengamalkan dua dalil yang berbenturan lebih baik dari pada menyingkirkan satu di antaranya”.
Ada tiga tahap penyelesaian yang tergambar dalam kaidah itu: (6).(Prof.Dr.H. Amir Syarifudin.ushul fiqh 1, cet.ke-4, 2009. hal: 245)
)
1. sedapat mungkin kedua dalil itu dapat digunakan sekaligus, sehingga tidak ada dalil yang disingkirkan.
2. setelah dengan cara apapun kedua dalil itu tidak dapat digunakan sekaligus, maka diusahakan setidaknya satu diantaranya diamalkan sedangkan yang satu lagi ditinggalkan.
3. sebagai langkah terakhir, tidak dapat dihindarkan kedua dalil itu ditinggalkan, dalam arti tidak diamalkan keduanya.
Ahli ushul mengemukakan pendapat tentang cara menyelesaikan ta’arud al-adillah diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Menuurut Hanafiyah-Hanabilah
Apabila tampak pertentangan antara dua buah nash, hendaklah membatalkan yang terdahulu dari pada kemudian, jika dapat diketahui makna yang pertama, jika tidak dapat diketahui hendaklah ditarjih, salah satunya. Jika tidak mungkin ditarjih salah satunya, hendaklah dikumpulkan dan dikompromikan (al-jam’u wa taufiq) antara keduanya, jika inipun tidak dapat dilakukan maka hendaklah tasaqut. (7)
2. Menurut Malikiyah-Syafiiyah-zahiriyah
Apabila bertentangan dua buah nash, maka cara pertama yang harus ditempuh adalah mengumpulkan (al-jam’u) dan kemudian dikompromikan (al-taufiq). Apabila pengkompromian tidak bisa dilakukan maka hendaklah tarjih salah satunya, berdasarkan dalil yang mendukungnya, apabila metode ini tidak dapat diamalkan, maka dengan menasakh, dalil yang datang dahulu (tentu dengan mengetahui sejarahnya), jika masih gagal, maka mujtahid harus tasaqut dari kedua dalil itu, kemudian berijtihad dengan dalil yang kwalitasnya lebih rendah dari kedua dalil yang bertentangan tersebut.(8)
3. Abdul Wahab Khalaf
Apabila bertentangan dua nash pada lahirnya, wajiblah untuk mengumpulkan (al-jam’u) dan mengkompromikan (al-taufiq) antara keduanya. Jika tidak dapat dikompromikan, hendaklah berijtihad untuk mentarjihkan salah satunya, jika tidak dapat ditarjihkan salah satunya, tetapi diketahui makna yang datang dahulu dan makna kemudian, maka hendaklah yang kedua dipandang nasakh yang pertama dan kedua mansukh, jika tidak dapat diketahui juga hendaklah tawaquf. (9)
Untuk lebih jelas lihat bagan dibawah ini :
Solusi Ta’rud al-adillah
NO Hanafiyah-Hanabilah Syafi’iyah-malikiyah-zahiriyah Abdul Wahab Khalaf
I
II
III
IV Nasakh
Tarjih
Al-Jam’u wa taufiq
Tasaqut Al-jam’u wa Taufiq
Tarjih
Nasakh
Tasaqut Al-jam’u wa taufiq
Tarjih
Nasakh
Tasaqut

Tampak jelas, ahli ushul berusaha keras untuk mencari jalan keluar terhadap adanya dalil yang terlihat kontradiksi, walaupun yang prioritas awal, ahli ushul masih berbeda.
F. Tawaquf
Bila penyelasaian dua dalil yang dipandang berbenturan dengan cara pertama (kompromi dan taufiq) dan dengan cara kedua (nasakh dan tarjih) tidak dapat dilakukan, maka ditempuh dengan cara ketiga yaitu kedua dalil tersebut ditinggalkan, salah satunya dengan tawaquf, tawaquf artinya ditangguhkan pengamalan kedua dalil itu sambil menunggu kemungkinan adanya petunjuk lain untuk mengamalkan salah satu diantara keduanya.(10 ) (Prof.Dr.H. Amir Syarifudin.ushul fiqh 1, cet.ke-4, 2009. hal: 248)
imam Ghazali dalam kitab Al-musytsyfa menjelaskan bahwa tawaquf sama sekali tidak boleh, beliau berkata :
“jika dalam suatu dalil sulit diambil mana yang rajih, maka diambil langkah jam’un, kalau tidak bisa tahyir (memilih) diantara dua. Seperti orang-orang yang bertanya kepada dua orang mufti yang sama-sama hebat maka ia memilih salah satu diantara dua pendapat. Akan tetapi tidak boleh tawaquf. Sebab menurutnya sampai kapan masa tawaqufnya.
G. Al-Jam’u Wa Taufiq
Al-Jam’u wa taufiq pengumpulan dalil-dalil yang terlihat kontradiksi, kemudian mengkompromikannya, hasil kompromi inilah yang menjadi hasil hukum.
Adapun mengenai perbedaan antara al-jam’u wa taufiq, kalau al-jam’u adalah usah untuk mengumpulkan atau menggabungkan antara dalil-dalil yang kontradiksi. Maksud menggabungkan disini adalah dalam rangka untuk menemukan titik-titik perbedaan atau persamaanya. Sedangkan at-taufiq adalah usaha mengkompromikan hal-hal yang telah ditemukan melalui proses sebelumnya. (al-jam’u)
Metode ini dapat dijabarkan ketika mendapatkan dua nash yang tampak kontradiksi. Metode ini sangat bermanfaat, yaitu nash-nash yang terlihat kontradiksi dapat diaplikasikan secara sekaligus.
Contoh QS.Al-baqarah : 180
        •         
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-bapak dan karib kerabatnya secara ma'ruf (Ini adalah) kewajiban atas orang-orang yang bertakwa.”
QS An-nisa : 11
                .......
“Allah memerintahkan kepadamu terhadap anak-anakmu yaitu bagi laki-laki seperti bagian dua wanita”.
Ayat satu mewajibkan atas orang yang mewajibkan pusaka apabila mati, supaya berwasiat dan harta peninggalannya diberikan kepada ibu-bapak dan keluarga dekat, sedang ayat kedua mewajibkan ibu-bapak, anak-anak, kerabat atas hak tertentu dari harta peninggalanya. Perintah Allah bukan berdasar kepada wasiat si mati.
Kedua ayat tersebut tampak kontradiksi, tetapi hal tersebut dapat ditaufikan antara keduanya. Selanjutnya dapat menandaskan bahwa yang dikehendaki pada surat al-baqarah ayat 180 ialah ibu-bapak dan krabat yang menerima pusaka, karena suatu penghalang, yaitu anak laki-laki yang ditetapkan Allah pada ayat yang kedua.
Proses al-jam’u wa taufiq menurut ulama :
1. Menurut Hanafiyah
Proses tindakan al-jam’u wa taufiq itu bisa menggunakan dua cara, yaitu :
a. mentawilkan salah satunya (memalingkan dari makna yang sesungguhnya).
b. Takhsis
Contoh :
QS. Al-maidah : 3
( )
“diharamkan bagimu (memakan) bangkai dan darah”
QS.Al-An’am :145
( )
“kecuali kalau makanan itu bangkai atau darah yang mengalir”.
2. Menurut Syafi’iyah, malikiyah, zahiriyah
Yaitu dengan memilih salah satu dari tiga cara yang dibawah ini :
a. membgi hukum yang kontradiksi
b. memilih salah satu hukum.
Contoh :
( )
“tidak (sempurna)shalat bagi tetangga mesjid kecuali dimesjid”
Kata “ ” dalam hadits tersebut mengandung arti, seperti tidak sah, tidak sempurna, atau tidak utama, maka dalam hal ini dapat memilih salah satunya.
c. Takhsis (pengkhususan)
Contoh : mengenai masa iddah wanita hamil.
Mengenai hubungan antara al-jam’u wa taufiq dengan tawaquf adalah dimana keberadaan tawaquf itu tergantung pada berhasil atau tidaknya proses al-jam’u wa taufiq, artinya jika pengkompromian menemui titik terang, maka tidak perlu tawaquf, namun apabila tidak berhasil maka rangkaian paling akhir dalam mengtasinya, adalah dengan tawaquf atau tasaqut sementara, sambil menyelidiki, dalil-dalil yang lebih rendah. Akhirnya hubungan antara al-jam’u wa taufiq dengan tawaquf adalah sama-sama menjadi bagian prosedur dalam mengatasi Ta’arud al-adillah.
Dengan demikian seluruh uraian diatas menegaskan bahwa sangat mustahil, jika dalil-dalil mengalami kontradiksi walaupun sepertinya ada, akan tetapi hakekatnya hal itu hanya pada lahirnya, bisa juga karena masih sebelum sampainya logika mujtahid untuk memahami kandungan di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar